Lapanta Agustus 2015 - Diskusi Daring | Goodreads Yogyakarta
Home » » Lapanta Agustus 2015 - Diskusi Daring

Lapanta Agustus 2015 - Diskusi Daring

Written By Desi Puspitasari on Monday 31 August 2015 | 15:05


Dewi Nugraheni 
August 24 at 10:45am · 

Judul buku : Gus Dur Van Jombang 

naskah : Heru Prasetia 
Ilustrator : Edi Jatmiko 

cetakan pertama Juni 2013 
Penerbit Bunyan (PT Bentang Pustaka) 

berat buku : 100 gram 

Buku ini berbentuk komik atau lebih kerennya disebut novel grafis saja lah ya. Isi buku ini adalah kisah hidup Gus Dur sejak dia dilahirkan sampai wafat. Garis ceritanya terdiri dari : 
1) Silsilah keluarga Gus Dur, masa kecil sampai menjelang remaja. 
2) Saat Gus menuntut ilmu di universitas AL Azhar, bagaimana pandangan Nasionalis vs Islamis yang berkecamuk dalam pemikiran beliau sampai awal keluarga kecil Gur Dur dimulai. 
3) Awal mula Gus Dur diajak berkecimpung dalam politik praktis. 
4) Ketika beliau naik ke puncak kekuasaan di Republik Indonesia, meninggalkan istana dan ditutup dengan wafatnya Gus Dur. 




Pendapat saya : Dari segi isi buku ini menarik. Ada hal-hal tentang Gus Dur yang sudah saya ketahui sebelumnya, misalnya seperti saat dia memasak kepala ikan untuk teman-teman satu rumah dan meminta kepala ikan dengan cuma-cuma sambil menyertakan alasan "untuk memberi makan anjing". Namun banyak hal yang merupakan hal baru, seperti peristiwa kecelakaan yang merenggut Wahid Hasyim (ayahanda Gus Dur). Saat itu Gus Dur berusia 12 tahun, ia menunggu ayahnya tergeletak selama 3 jam menunggui ayahnya yang terluka. Benar-benar tak terbayangkan bagaimana pikiran dan hati Gus yang masih menjelang remaja saat itu. 

Buku ini memberi gambaran bagaimana Gus Dur tumbuh di keluarga yang terbuka terhadap berbagai paham pemikiran dan aliran agama, tidak membedakan status sosial dan ekonomi sehingga membentuk pribadi seperti Gus Dur yang kita kenal. Salut untuk mas Heru Prasetia sebagai penulis naskah (asumsi saya ybs juga membuat story board). 

Penulis menyarikan cerita dari berbagai sumber dan menuangkan dalam bentuk grafis yang mudah dicerna. Ilustrasi yang digarap mas Edi Jatmiko juga tak kalah memikat. 


Yustisia Norma 
August 24 at 1:31pm · 

Salam kenal.... mau ikutan sharing juga..... 
Semoga belum pernah dibahas 






Saya punya buku menarik. 
Judul: Ring of fire (Indonesia dalam lingkaran api) 
Penulis: Lawrence & Lorne Blair 
Penerbit: Ufuk publishing house (penerjemah) 

Buku ini lebih berupa catatan perjalanan dua bersaudara Blair di Indonesia. Catatan perjalanan ini adalah hasil ekpedisi selama 10 tahun, menariknya lagi di sponsori oleh Ringo Star, yeah The Beatles smile emoticon Dua orang asing ini menjelajah dari Krakatau, Borneo, Sulawesi, Jawa, Bali, Maluku, Aru hingga ke Irian. Penulis mengekplorasi Kalimantan lewat suku dayak punan, salah satu cabang suku dayak yang nomaden dan tradisional. Mengenal orang bugis, kehidupan pelaut dan tentunya kapal pinisi. Hindu dalam tradisi orang Bali, orang Sumba dengan perang pasola yang berdarah dan suku asmat dengan rahasia besarnya dalam kematian Michael Rockefeller. 

Buku ini tidak hanya membuka wawasan tentang keindahan tapi juga sisi lain pribumi yang menjadi bagian negeri ini. Selama dan setelah saya membaca buku ini, saya jadi lebih menyadari di mana saya hidup. Saya begitu terpesona dengan Indonesia, saya jatuh cinta lebih dari sebelumnya. 

Buku ini membuat saya sadar, negeri ini teramat kompleks, kaya, indah dan magis. Indonesia surga dunia 


J Sumardianta 

August 25 at 11:37am · 

"Pro Patria et Familia. Cinta Negara Sekaigus Keluarga (Naskah Buku "Selfie Dulu Baru Grofie". Belum Terbit) 

Kapten Miyabe Kyuzo pilot kontroversial Seksi Udara Angkatan Laut (AL) Kekaisaran Jepang zaman PD II. Lahir di Tokyo 1918. Bergabung menjadi prajurit 1934. Wafat dalam misi serangan khusus mempertahankan Pangkalan Okinawa 1945. Ia turut meluluhlantakkan Pearl Harbour, Hawai 1941. Penyerbuan kolosal itu, bagi Miyabe, bukanlah prestasi heroik. Tidak satupun kapal induk Amerika Serikat dihancurkan. Kelak AS terbukti melakukan pukulan balik telak. Miyabe instruktur penerbang Kamikaze. Sekitar 4400 prajurit muda tewas dalam misi Perang Pasifik. Separuh dari korban tak lain mahasiswa yang dimobilisasi dari sekolah pilot tempat Miyabe jadi instruktur. Tragedi itu membuat Miyabe depresi berat. 

Nasib ribuan prajurit seharusnya tidak mengenaskan kolosal seperti itu demi kemajuan Jepang sesudah perang. Miyabe dijuluki aib terbesar sejarah AL Kekaisaran Jepang. Ia tidak suka terlibat perang. Dia gemar lari dari garis depan. Pilot yang sangat terampil dalam navigasi pesawat tempur ini sering terbang dalam posisi terbalik. Bagian bawah pesawat merupakan titik buta membahayakan. Supaya tetap waspada, ia juga cenderung naik ke langit tinggi. Miyabe, dalam pertempuran paling sengit sekalipun, selalu kembali dengan kondisi pesawat tanpa goresan peluru sedikitpun. Miyabe prajurit yang sangat menghargai kehidupan. 

Kematian hanya menyisakan kesedihan berlarat bagi keluarga di kampung halaman. “Kamu bisa mati kapan saja tapi butuh usaha ekstra untuk tetap hidup. Tidak peduli sekeras apapun berusahalah untuk bertahan!” Itulah nasehat Miyabe yang memotivasi pilot Izaki ketika berada di tepi jurang kematian. Pesawat Izaki ditembak jatuh di perairan Filipina. Ia berenang 9 jam dalam ketakutan kepergok hiu. Izaki, yang berkali-kali dilanda keputusasaan, kembali bersemangat berkat lecutan itu. Izaki menganggap Miyabe prajurit hebat. Soalnya memiliki prinsip teguh dalam atmosfer yang sangat mengorbankan prajurit. Dia bukan seorang pecundang melainkan pemenang. 

Miyabe, ketika galau dalam ketegangan, membesarkan hati dengan memandangi foto istri dan anaknya. Ia tidak takut mati. Yang ia takutkan kematiannya bakal merusak kehidupan keluarganya. Jika tewas dalam peperangan, kematiannya tidak akan membuat perbedaan bagi Jepang. Tapi kehidupan istri-anaknya pasti terpengaruh. Pulang dalam kondisi selamat merupakan prioritasnya yang paling mendesak dan penting. Sikap Miyabe tentu tidak bisa diterima pimpinan dan rekan yang terhegemoni doktrin mengabdi negara totaliter. Beginilah bunyi doktrin fasisme Jepang. “Keyakinan pada tanah suci yang tidak bisa dihancurkan. Mentolelir yang tidak bisa ditolelir. Menangung yang tidak tertanggungkan. Kita memikul keyakinan bisa menghancurkan target. Kita melindungi negara dengan loyalitas. Hidup untuk keadilan abadi.” Kamikaze tidak bisa dikategorikan sebagai rencana strategis. Taktik absurd buat menunda kekalahan telak Jepang. Komando AL kehabisan akal menghadapi gempuran AS. Kamikaze memboroskan nyawa. Pesawat Jepang ketinggalan zaman. Artileri anti-pesawat kapal induk AS makin canggih. Pilot-pilot Jepang mustahil mendekati kapal induk AS. Miyabe akhirnya memotong jalan menuju harapannya sendiri. Ia mendaftarkan diri dalam misi penyerangan khusus. Si pengecut besar hendak menebus kegagalan murid-muridnya. Sebelum berangkat Miyabe bercengkerama dengan Oishi Kenichiro di tepi sungai yang mengalir tenang dan jernih. Guru dan murid baru menyadari betapa berharganya perkara remeh-temeh merendam kaki sambil menikmati gemericik air. Semasa perang mereka tidak sempat menikmati momen bersahaja memandangi dedaunan bergoyang pelan tertiup angin.Miyabe punya istri bernama Matsuno dan balita Kiyoko. Oishi, sewaktu sakit parah dihadiahi Miyabe seragam tempur jahitan tangan Matsuno. Oishi cedera berat karena menerjang pesawat musuh yang sedang menguber Miyabe. Ia sengaja menabrakkan diri karena kalau ditembak dari belakang bukan hanya pesawat lawan yang kena. Pesawat Miyabe pasti ikut jatuh. 

Oishi sangat terkesan dengan Miyabe. Instruktur itu pernah babak belur digebuki komandan di hadapan para murid karena membela nama baik Letnan Saito. Penerbang muda ini jatuh bersama pesawatnya saat latihan menukik. Komandan menganggap mahasiswa sekolah persiapan pilot yang tewas saat latihan semangatnya rendah dan kurang disiplin. Bermental sampah karena menghancurkan alat tempur. Mati sebelum bertemu musuh sungguhan merupakan aib orang tidak setia. Miyabe membela Saito sebagai tentara berjiwa besar. Pembelaan reputasi Saito membuat Oishi bersumpah ingin melindungi gurunya mati-matian. Di rumah sakit, Oishi ditanyai Miyabe. Jika selamat apa yang hendak dikerjakannya setelah perang berakhir. Oshi ingin mendedikasikan hidupnya guna menolong orang yang mengalami kesulitan. Miyabe berharap Oishi memperoleh kesempatan mewujudkan niat baiknya. *** 

Miyabe meminta Oishi bertukar pesawat. Ia ingin bernostalgia menerbangkan pesawat Zero Tipe 21 yang pernah dipakai menggempur Pearl Harbour. Oishi meluluskan permintaan terakhir sang mentor. Ia terbang dengan pesawat Tipe 52 milik Miyabe. Wajah Miyabe sangat bahagia. Tidak mengekspresikan gestur orang mau bunuh diri. Sorot matanya seolah mengirim isyarat mau pulang menemui keluarga. Miyabe tidak pernah kembali. Mesin pesawat Oishi rusak. Saat mendarat darurat di pulau Kikaijima, ia menemukan catatan dilampiri foto Matsuno dan Kiyoko. "Letnan Oishi Kenichiro, dalam kondisi sulit sesudah perang, mohon istri dan anakku ditolong." 

Sejak peristiwa Pearl Harbour hingga serbuan AS ke Okinawa, baru sekali Miyabe pulang kampung menemui keluarga. Saat kapal induk sedang singgah di pelabuhan Yokosuka dekat rumahnya. “Dalam keadaan tanpa lengan atau kaki. Bila mati sekalipun aku akan pulang. Bahkan setelah terlahir kembali aku pasti pasti jatuh cinta padamu lagi.” Itulah janji Miyabe pada istrinya. Yokohama, kota tempat Matsuno bermukim hangus karena serangan udara. 

Matsuno ditipu jadi gundik penjahat Yakuza. Dua tahun sesudah perang berakhir, berkat kebaikan pegawai kementerian kesehatan, Oshi menemukan Matsuno dan Kiyoko di barak pemukiman kumuh Osaka. Janda dan anak terpaksa pindah kota karena Yakuza yang menjadikan Matsuno selir tewas dibunuh Samurai. Pendekar itu, sebelum pergi, memberikan dompetnya supaya Matsuno bisa bertahan hidup. Matsuno tidak pernah mengenali pendekar itu.Kondisi Matsuno dan Kiyoko sangat memilukan. Kunjungan Oishi, sesudah menyerahkan memo Miyabe, selalu ditolak Matsuno. Oishi tak patah arang. Ia terus berempati pada keluarga mendiang gurunya. Kiyoko menyukai Oishi karena setiap berkunjung memberi permen dan jus. 

Matsuno sempat meminta Oishi agar berhenti memikirkan dia dan anaknya. Oishi bilang, semula kunjungan rutin merupakan amanah Miyabe. Lama-lama menjadi kesenangan yang membahagiakan. Oishi berterus terang kalau jatuh cinta pada Matsuno. Pinangannya tidak bertepuk sebelah tangan. Saat upacara pernikahan Matsuno berbisik pada suami barunya, "Miyabe menepati janjinya. Dalam kondisi mati sekalipun dia tetap pulang menyelamatkan keluarganya." Miyabe tidak pernah dibicarakan sebagai topik pembicaraan setelah Oishi dan Matsuno menikah. Pasangan suami-istri itu tidak ingin menghitung laba kisah sengsara dari orang yang amat mereka cintai. Bangsa Jepang memiliki etos samurai bushido. 

Setia, tabah, penuh perencanaan, dan tekun dalam detil-detil eksekusi. Etos yang membuat Jepang lekas bangkit menjadi bangsa besar sesudah hancur lebur dirajam perang.Bangsa Indonesia yang sedang merayakan 70 tahun kemerdekaan terjun bebas ke jurang terdalam krisis keteladanan. Panca Sila sebagai common ground (kesepakatan bersama) dibuang sayang, diamalkan jarang. Jalan emas kemerdekaan menjadi bercabang. Jalan sama dapat, sama bahagia. Jalan mulus bagi segelintir orang hidup berkelimpahan. Jalan sama ratap, sama nestapa. Jalan terjal bagi kebanyakan orang kecingkrangan. 

Stretegi politik makin maju. Etika politik makin mundur. Prosedur demokrasi makin berkembang. Tapi budaya demokrasi masih tetap nepotis-feodalistik. Pemerintahan orang-orang berprestasi (meritokrasi) belum kunjung hadir. Pemerintahan sedang-sedang saja (mediokrasi) terus berjaya. Indonesia jadi negeri gemah ripah loh korupsi. Keragaman yang mestinya jadi wahana saling mengenal, menghormati, menyempurnakan, berbagi, dan melayani untuk menguatkan persatuan justru menjadi ajang saling menyangkal, mengucilkan, dan meniadakan yang mengarah pada kehancuran dan kelumpuhan. Jepang menjadi bangsa pemenang karena istqomah menghidupi spirit Tokugawa. Indonesia menjadi pecundang karena mencampakkan Panca Sila.*** 

J. Sumardianta, penulis buku "Guru Gokil Murid Unyu" dan Habis Galau Terbitlah Move-On. 


Ken Terate 
August 24 at 9:19pm · 




Max Havelaar. Sudah sejak lama saya mendengar nama itu. Begitu pula nama pengarangnya: Multatuli (yang ternyata berarti "Aku Menderita"). Namun baru kali ini saya membaca buku ini. Itupun belum selesai. Saya kebut demi menyelesaikan PR Diskusi Daring kali ini, eh tetap belum selesai. *Nasib ibu dua balita (curcol). 

Tak mengapalah, dari sepertiga buku yang sudah saya baca, saya jadi mengerti mengapa buku ini menjadi karya fenomenal dan abadi. Buku ini membahas sesuatu yang sangat serius; penjajahan dan kemanusiaan dengan cara yang sangat ringan dan bahkan lucu (lucu-lucu satir). Buku ini membuat saya mengerti apa itu tanam paksa (cultuurstelsel). Ya dari buku pelajaran SMP saya tahu tanam paksa itu jahat, tapi saya tak pernah membayangkan seberapa jahat. Saya juga tidak mengerti kok bisa penduduk 'dipaksa' menanam. 

Kok mau mereka dipaksa menanam oleh orang asing pula. Saya pikir saat membahas kolonialisme Belanda, pelajar Indonesia sebaiknya membaca buku ini agar mereka mendapat gambaran bagaimana tanam paksa ini dijalankan dan apa dampaknya. Sungguh, ikut perih hati ini membayangkannya frown emoticon. Buku ini menerangkan penjajahan dan tanam paksa lebih jelas daripada buku teks sejarah ataupun penjelasan guru (mungkin guru sejarah saya dulu juga nggak baca buku ini). Penggambaran detail latar belakang Lebak di zaman itu sungguh detail dan indah. Saya kagum dengan pengarangnya yang wow, kok berani-beraninya cari mati. 

Anyway, yang suka kopi juga wajib baca buku ini. Yang mau komen jangan kasih spoiler ya hehe.


Lutfi Retno Wahyudyanti 
August 25 at 11:11am · 





Ini buku tentang Kartini paling lengkap yang pernah saya baca. Penulisnya memberi latar belakang kondisi sosial masyarakat saat Kartini hidup. Jadi pembaca bisa membayangkan betapa keluarga besarnya terdidik dan berpikir jauh ke depan. Mereka mendatangkan guru dari Belanda untuk mendidik anak2nya. Lewat buku ini juga saya tahu kalau Kartini sangat tergila2 membaca dan menulis. Dia bisa mulai membaca dari sehabis subuh dan dilanjutkan menulis sampai malam hari. 

Tulisan2 Kartini tentang masyarakat banyak diterbitkan koran dan majalah di Jawa dan Belanda. Buku ini juga menceritakan bagaimana Kartini menggunakan pendopo kabupaten untuk membuka "sekolah" perempuan. Ia (dan adik2nya) ingin supaya perempuan pribumi pintar. Supaya mereka bisa mendidik anak2nya. 

Secara tersirat, penulis buku ini bercerita bagaimana Kartini menderita setelah "terpaksa" menikah dan tinggal beesama istri2 lain. 



Indri Azari 
August 27 at 8:53pm · 

PENEMBAK MISTERIUS 
Penulis: Seno Gumira Ajidarma 
Penerbit: Galang Press 





Buku ini adalah kumpulan cerpen yang terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama, yaitu 'Penembak Misterius: Trilogi', bagian kedua 'Cerita untuk Alina' dan bagian ketiga 'Bayi Siapa Menangis di Semak-Semak'. Dari ketiga bagian tersebut masih dibagi lagi menjadi beberapa judul. Penembak Misterius ini berkisah tentang penembakan misterius kepada para (atau disangka) pelaku kejahatan yang terjadi pada masa Orde Baru, penembaknya disebut penembak misterius atau lebih dikenal dengan nama "petrus". 

Adanya petrus ini memang membawa keamanan & ketentraman di masyarakat karena menurunnya tindak kejahatan, namun sekaligus melanggar HAM. Trilogi Penembak Misterius ini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. 

Dulu aku beli buku ini ketika obral di gramedia, harganya sekitar 15ribu. Iseng beli karna melihat siapa penulisnya, setelah dibaca ternyata isinya juga bagus. Cuma aku yang terbiasa baca novel, ketika baca buku ini kesannya agak berat. Tapi tetep aku suka karna 'petrus' ini terjadi & berakhir ketika aku belum lahir, tapi dari buku ini aku sedikit banyak jadi paham. Sebenarnya masih banyak cerita lainnya (namanya juga kumpulan cerpen), tapi yang paling mengena adalah cerita 'petrus' ini.


Ken Petung 
August 27 at 8:23pm ·

Sengaja ingin sharing buku "Aku Ingin Menjadi Peluru" karya Wiji Thukul. 


Penulis puisi yang kemarin tanggal 26 Agustus, baru saja merayakan ulang tahunnya (dimanapun dia berada). Kebetulan masuk dalam buku puisi favorit saya dan salah satu buku yang saya baca ulang bulan ini. 

Dan salah satu puisi yang saya suka adalah: 

::Aku Masih Utuh dan Kata-kata Belum Binasa:: 

aku bukan artis pembuat berita 
tapi aku memang selalu kabar buruk buat 
penguasa 

puisiku bukan puisi 
tapi kata-kata gelap yang berkeringat dan 
berdesakan mencari jalan 
ia tak mati-mati 
meski bola mataku diganti 
ia tak mati-mati 
meski bercerai dengan rumah 
ditusuk sepi 
ia tak mati-mati 
 telah kubayar yang dia minta 
umur-tenaga-luka 

kata-kata itu selalu menagih 
padaku ia selalu berkata 
kau masih hidup 

aku memang masih utuh 
dan kata-kata belum binasa 

(18 Juni 1997) 

Buku ini terbagi dalam 5 bagian yaitu Lingkungan Kita si Mulut Besar, Ketika Rakyat Pergi, Darman dan lain-lain, Puisi Pelo dan Baju Loak Sobek Pundaknya. Puisi diatas terdapat di bagian Baju Loak Sobek Pundaknya. Dan total ada 135 puisi kehidupan di buku ini. 

Buku puisi yang sederhana, tidak tinggi hati, terkesan merakyat karena penulis menyatukan apa yang terjadi pada dirinya dan keadaan di lingkungan tempat tinggalnya. Bahasanya mudah dipahami oleh awam yang tidak mengerti puisi atau sastra. Kalau bahasa anak sekarang buku ini selalu "kekinian" karena menggambarkan kondisi masyarakat yang begitu-begitu saja dari tahun puisi-puisi ini ditulis sampai sekarang masih sama. 

Tapi menurut saya buku ini tersirat Nasionalisme yang 'berat' dan sedikit - membuat saya- malu. Berat menurut saya karena puisi-puisi di buku butuh untuk disuarakan dan diteriakkan sedangkan saya hanya bisa membaginya, membacanya bersama teman-teman, mengagumi bahasa dan penulisnya tetapi tidak berusaha mencari kemana penulisnya atau bagaimana nasip orang-orang di dalam puisi ini.. Membuat saya malu karena karena penulis mendapatkan penghargaan dan diagung-agungkan oleh negara lain seperti Belanda dan China, namun (sengaja) dihilangkan oleh negaranya sendiri. Bahkan orang-orang mulai lupa siapa Wiji Thukul. Ironis memang. 

Tapi bagi Wiji Thukul, "penyair haruslah berjiwa bebas dan aktif, bebas dalam mencari kebenaran dan aktif mempertanyakan kembali kebenaran yang pernah diyakininya". Dan seperti itulah Wiji Thukul yang hilang, hidupnya seperti Puisi 'Bunga' dalam buku ini. 

hidup 
bunga warna warni sekejap 
merah warni sekejap lenyap 
mati seperti itu 

Dan satu lagi, saya bukan pamer 2 buku di foto. Tapi buku dengan cover merah ( yah buku yang saya baca ulang bulan ini) adalah buku terbitan Kedai Hitam Putih, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia dengan harga Rp. 150.000,- Kualitas buku dan kertas tidak usah ditanyakan. Sebelahnya adalah buku cetakan 2004 Indonesia Tera harga Rp. 25.000,- ditemukan di obralan buku murah tahun 2007. Sedih. 

Pesan terakhir dari Wiji Thukul kawans, 

Hanya ada satu kata, LAWAN! 


Ken Petung 
August 28 at 6:24pm · 

Buku: Petruk jadi Raja. 
Diceritakan kembali oleh: Suyadi. 
Ilustrasi oleh: Suyadi. 
Kelompok Pecinta Bacaan Anak





Diceritakan bahwa Pusaka Kerajaan Amarta kerajaannya para Pandawa, Surat Kalimasadha dicuri oleh negeri seberang. Pusaka tersebut berhasil direbut kembali, akan tetapi pertempurannya masih belum selesai. Diputuskan untuk menitipkan pusaka tersebut kepada Petruk salah satu punakawan putra Ki Lurah Semar. Menimbang akan kesaktian pusaka yang membuat Para Pandawa berjaya, bukannya dibawa kembali ke Kerajaan Amarta tapi Petruk berpikir untuk menggunakan pusaka tersebut untuk menaklukkan sebuah negara dan menjadi Raja di negara tersebut. Dan dipilihlah Kerajaan Sonyawibawa. 

Kerajaan yang kecil dan makmur dihuni oleh para raksasa dipimpin oleh Raja belia berwajah tampan Jayasantika, takluk oleh Petruk yang menjadi sakti karena Pusaka Kalimasadha tersebut. Jayasantika dijadikan Patih yang harus memenuhi semua keinginan Raja Petruk alias Prabu Kantongbolong alias Prabu Tongtongsot alias Prabu Begeduwelbeh. Sang Prabu menghendaki permaisuri, maka putri-putri keraton yang cantik-cantik disediakan oleh Patih Jayasantika. 

Prabu Kantongbolong lebih memilih Jemunak perempuan gemuk yang bersahaja juru masak istana. Alasannya adalah putri-putri tersebut selalu dimanjakan dan kerjaannya bersolek melulu. Lebih serunya lagi, Prabu Kantongbolong ingin disediakan santapan yang lezat yaitu Rujak Cingur menu kesukaannya, lalapan petai dan jengkol. Untuk minumannya beliau ingin disediakan air kendi yang segar. (Cocokkan dengan Diskusi Daringnya: makanan *nyengir*) 

Terus bagaimana kelanjutannya, apakah Petruk akan menjadi Raja selamanya atau malah menimbulkan banyak kekacauan? Dan bagaimana akhirnya Pandawa mengetahui Pusakanya disalahgunakan oleh Petruk? Cerita selengkapnya ada dibuku ini...hehehe. Cerita sederhana dan ilustrasi yang lucu, menjadi ciri khas Pak Suyadi atau lebih dikenal dengan nama Pak Raden. 

Cerita Mahabarata yang di'twist' supaya bisa dicerna dengan mudah oleh anak-anak untuk membacanya. Dengan nama-nama tokoh dan tempat yang lucu dan mudah diingat oleh anak-anak. Yang paling kusuka dari buku ini adalah bagaimana Petruk sebagai Raja menempatkan orang sesuai dengan keahliannya seperti Bima yang besar dan kuat ditempatkan sebagai penjaga keamanan negara, Gatotkaca yang bisa terbang ditugaskan sebagai pemetik buah-buahan untuk makanan yang Raja. Dan Arjuna yang berwajah tampan diposisikan sebagai mantri pasar, karena ibu-ibu yang berbelanja pasti senang...hehehe. 

Masuk nasionalisme kah buku ini? Saya tidak tahu, tapi semasa kecil saya selalu lapar didongengin cerita-cerita wayang, bahkan nonton wayang kulit dan wayang orang. Bagian yang selalu saya suka adalah saat para punakawan berulah dan membuat tertawa terbahak-bahak penontonnya. Cerita berakhir, rasa lapar datang kembali...hehehe. 

Pesan Kresna di buku ini: "Engkau tak usah risau menjadi orang kecil. Dalam negara adil dan makmur siapa pun pasti dapat hidup layak. Dan seorang punakawan sebagai pengiring atau penasehat ksatria adalah tugas mulia" 

Buku ini saya dapatkan dari teman baik, Mas Ronny Agustinus dengan prakata Pak Raden beserta tanda tangan beliau.Terima kasih. 


Meita Eryanti 
August 29 at 10:01pm 

Judul buku: Sejarah Nusantara (The Malay Archipelago) 
Penulis: A.R Wallace (penerjemah: Ahmad Asnawi) 
Penerbit: Indoliterasi 

Buku ini adalah terjemahan dari The Malay Archipelago yang ditulis pada abad ke 19 oleh Wallace, seorang naturalis yang namanya diabadikan menjadi nama garis imajiner yang memisahkan wilayah geografi hewan tipe Asian dan Australian di Indonesia. Buku ini adalah catatan perjalanan Wallace selama 8 tahun menjelajah Hindia Belanda. Perjalanannya sendiri bermula dari Singapura, ke semenanjung Malaya, Kalimantan, Jawa, Sumatra, kemudian terus ke timur sampai ke Papua.



Dalam buku ini si penulis menceritakan tentang kondisi alam dan lingkungan tempat yang dikunjunginya, masyarakat yang ditemui, dan hewan-hewan yang menarik perhatiannya. Yang membuat saya lucu saat membaca buku ini adalah ketika penulis mencoba mendeskripsikan Kepulauan Malaya (Indonesia). Misalnya ketika penulis mendeskripsikan pulau Jawa, penulis menceritakan kalau pulau Jawa itu panjangnya sama dengan Irlandia. 

Bukannya membayangkan pulau Jawa, saya malah berfikir, “Oh, Berarti Irlandia itu selebar ini.” Saya mengangkat buku ini untuk tema nasionalisme sebetulnya bukan karena dari buku ini kita bisa melihat seberapa kayanya negara kita di mata orang asing tetapi karena refleksi yang dituliskan oleh Wallace setelah bertemu ‘orang liar’. Saya membeli buku ini karena saya membaca kalimat yang dikutip dari buku ini di sebuah pameran ilmu pengetahuan, “berbagai macam manusia hidup di sini tanpa polisi, pengadilan, dan pengacara. 

Akan tetapi mereka tidak saling memotong tenggorokan masing-masing, tidak merampas satu sama lain, tidak jatuh ke dalam anarki dimana keadaan ini mungkin saja timbul. Hal ini menimbulkan pemikiran yang aneh akan beratnya beban pemerintah di Eropa dan muncul gagasan bahwa kita mungkin saja terlalu diatur.” Saya belum tau tempat yang dimaksud kutipan tersebut karena saya sendiri belum selesai membaca bukunya. 

Tetapi dibagian akhir, Wallace menulis bahwa meskipun negaranya (Inggris) telah berkembang maju melampaui suku liar, namun belum meraih kemajuan di bidang moral. Wallace mengatai kondisi negaranya masih dalam keadaan barbarism. Wallace menjelaskan kondisi negaranya yang saat itu merupakan negara terkaya di dunia tetapi banyak penduduknya adalah orang miskin dan penjahat. Di sana, dikatakan bahwa hukum melindungi semua orang baik kaya maupun miskin tetapi langkah untuk mendapatkan keadilan adalah persoalan biaya. 

Penolakan keadilan terhadap orang miskin bisa terjadi. Wallace menuliskan pelajaran paling berharga yang dia dapat ketika mengamati kehidupan orang suku yang tidak mengenal peradaban adalah perasaan empati. Dia menulis perlunya mengusahakan agar aspek moral menjadi bagian dalam undang-undang, perdagangan, dan seluruh organisasi sosial supaya seluruh masyarakat Inggris lebih unggul dari mereka. Wallace aja yang tinggal selama 8 tahun di Indonesia, bisa memetik pelajaran sebagus itu. Masak iya sih kita yang menghabiskan hidup disini sama sekali tidak tersentuh dengan pelajaran itu. Atau karena kita terlalu sibuk mencari panutan dari negara lain? 


Ruwi Meita 
August 28 at 8:50am · 

Judul Buku : Gerwani : Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan. P
enerbit KOMPAS 
Penulis : Amurwani Dwi Lestariningsih 

Saya membeli buku ini di pameran buku di Gedung Wanita. Uyel-uyelan kala itu soalnya harganya turun drastis. Saya mengambil buku itu dengan pikiran mungkin saya bisa dapat ide cerita dari sana. Jadi setelah lama ngendon di rak buku saja baca beberapa hari yang lalu namun masih belum selesai. Pada awal buku saya tertarik dengan sejarah Kamp Plantungan yang dulunya adalah rumah sakit khusus penderita Lepra yang didirikan oleh Belanda pada akhir abad 19. 

Setelah seratus tahun akhirnya rumah sakit ini dialihfungsikan untuk dijadikan kamp tapol wanita sebelum dikembalikan ke masyarakat. Saya semakin senang saat pada awal buku ini dilukiskan betapa angkernya bekas rumah sakit ini. Ada hantu tanpa kepala yang dulunya pasien lepra yang karena penyakitnya kepalanya putus duluan. Lalu pernah kru dunia lain akan syuting di tempat itu namun gagal karena tidak ada pawang yang sanggup mengatasi keadaan jika ada hal yang tidak diinginkan. 

Lalu pada bab selanjutnya dikisahkan awal mula terbentuknya Gerwani yang dulunya bernama Gerwis. Saya jadi tahu bahwa sebenarnya tujuan mereka mendirikan Gerwani sangat nasionalis lho sekaligus religius. Dasar Gerwani adalah Pancasila. di sisi lain selain Gerwani ingin mewujudkan masyarakat tanpa kelas , masyarakat sosialis Indonesia. Artinya susunan ekonomi, politik, ekonomi yang berdasarkan Tuhan YME. 

Jadi kalau boleh meminjam istilah mereka sebagai sosialisme religius. Nah segitu dulu ya, saya mau lanjutin baca bukunya. 


Dody Wibowo 
August 24 at 10:45am · 
Siem Reap, Cambodia · 

Saya mau membahas buku yang sudah cukup lama, judulnya" Tapal Batas - A Journey to Powerful Breakthrough." Editornya: J. Sumardianta dan penerbitnya Pustaka Kaiswaran. 


Buku ini merupakan kumpulan tulisan refleksi murid-murid SMA De Britto Jogja yang melakukan live-in di beberapa daerah. Kegiatan live-in yang dilakukan SMA De Britto cukup menantang, murid-muridnya dilepas tanpa boleh membawa alat komunikasi (hp) dan uang. Tetapi mereka sudah dititipkan di tempat-tempat yang menjadi lokasi live in. Ada yang dikirim di daerah TPA Bantar Gebang, ada yang dikirim menjadi tenaga pendamping di Panti Wredha, dan lain sebagainya. Para murid ini harus berkegiatan seperti halnya mereka yang tinggal di lokasi live-in. Jadi yang tinggal di Bantar Gebang ya harus ikut memulung. 

Mengapa buku ini saya pilih untuk saya bahas di tema nasionalisme, karena menurut saya, beginilah cara untuk membangun nasionalisme, membangun rasa cinta tanah air. Kita harus bisa memahami apa yang ada di tanah air kita. Tidak cukup dengan menyerukan saya bangga jadi orang Indonesia, tapi harus bisa memaknai, apa sih artinya menjadi orang Indonesia itu. Refleksi adalah kegiatan yang sangat penting ketika kita ingin melihat kembali apa pembelajaran yang kita dapatkan dari sesuatu hal. 


Membaca refleksi para murid De Britto itu saya jadi ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Mereka menuliskan refleksinya dengan bahasa yang mudah - mereka bukan penulis profesional, tapi disitulah menariknya karena tulisannya menjadi sangat jujur dan saya sebagai pembaca jadi bisa memahami bagaimana pengalaman mereka ketika mengikuti live-in. 

Refleksi dari murid-murid De Britto membangun kesadaran mereka mengenai apa saja masalah yang ada di sekeliling mereka, bagaimana hidup bersama masalah-masalah itu, dan pastinya kemudian juga memikirkan bagaimana mencari solusi untuk masalah-masalah tersebut. Dan saya rasa itulah artinya menjadi nasionalis. 

Sekian 


Dody Wibowo 
August 30 at 11:40am · 

Nambah satu buku yg ternyata ada disini. Judulnya "Indonesia Bagian dari Desa Saya." Penulisnya Emha Ainun Nadjib, penerbitnya Kompas. 




Buku ini hadiah dari teman saya, Mas Agus Yuliono. Buku ini merupakan kumpulan essay yang ditulis Emha sejak tahun 70an. Pertama kali diterbitkan di tahun 1983. Diterbitkan kembali oleh Kompas, sebagai penerbit ketiga, di tahun 2013. Saya belum selesai membacanya, tetapi sejauh ini isinya sangat menarik. Cak Nun menulis essay cerita di suatu desa yang menggambarkan keadaan Indonesia pada umumnya. 

Masalah-masalah yang diangkat yang ada di tahun 70an, ternyata sampai sekarang masih sangat relevan, yang menggambarkan keadaan masyarakat Indonesia, seperti korupsi, urbanisasi, dampak modernisasi, dan lainnya. Salah satu ceritanya berisi tentang perubahan kehidupan masyarakat semenjak ada warganya yang membawa televisi. Anak-anak yang dulunya senang bermain menjadi berubah kebiasaannya ngumpul nonton tv. 

Gaya berbicaranya juga berubah mengikuti yang mereka tonton di tv, juga konsumerisme yang mulai tumbuh di masyarakat desa. Cerita tahun 70an yang ternyata masih kita jumpai di tahun 2015. Hubungannya dengan nasionalisme, membaca buku ini menjadi diingatkan kembali masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari mayarakat Indonesia. Diingatkan, Indonesia ini bergerak ke arah mana sih... ternyata masalah di tahun 70an belum juga selesai sampai hampir 40 tahun sesudahnya, bahkan mungkin lebih parah 


Ken Terate 
August 28 at 12:12pm · 

Wastu Citra 
Y.B Mangunwijaya 
Gramedia Pustaka Utama 




Sebenarnya sy ingin membahas Burung-Burung Manyar karya beliau yg lain tp krn ceritanya sdh lupa lupa ingat, baiklah sy membahas yg ini. Baru kali ini sy membaca buku arsitektur yg wow dimensinya luas spt ini. Arsitektur dihubungkan dg budaya, seni, kosmologi, simbol, sampai teknik arsitektur itu sendiri. Tdk hanya membicarakan arsitektur indonesia tp dunia. Di sini kita menyadari keunggulan arsitektur indonesia dan keindahannya contohnya lumbung khas minang yg tahan gempa dan cantik bentuknya. 

Bahasanya rama mangun banget. Tp sy menyayangkan editing dan layoutnya yg kurang rapi. Secara keseluruhan ini buku yg sangat berharga. 


Dewi Nugraheni 
August 27 at 7:16pm · 

Judul buku : Indahnya Negeriku 
cerita oleh : Fitri Kurniawan & Watiek Ideo 
ilustrator : Ferry Magenta 
 penyunting : Novalya Putri 
desain : Aditya Ramadita 
Bhuana Ilmu Populer 2014 
berat buku : 525 gram 




Mencari buku cerita anak-anak dengan nuansa budaya Indonesia bukanlah hal mudah. Kebanyakan buku yang bernuansa budaya lokal lebih banyak berkisar pada dongeng rakyat, ensiklopedi tentang rumah adat, senjata dan baju adat. Buku ini mengisi ruang kosong yaitu cerita baru yang diramu dengan budaya lokal. Buku ini adalah kisah petualangan Ella dan Eza dalam mengenal budaya nusantara. 

Isinya adalah kisah-kisah pendek berjudul sebagai berikut : 
1) Susu Kuda Liar dari Sumbawa 
 2) Serunya Perayaan Petik Laut Muncar 
 3) Pesona Danau Sentani di Papua 
4) Sahabat Pena Kami di Sumatra Barat 
5) Berkunjung ke Rumah Betang Dayak 
6) Warna-warni Sulawesi Utara 


Buku ini memiliki teks bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Dalam setiap cerita diakhiri dengan lembar aktivitas berupa lembar mewarnai dan lembar memasangkan gambar. 


Dewi Nugraheni 
September 2 at 5:35pm · 

Teman-teman, Terima kasih sudah berpartisipasi dalam diskusi daring bulan Agustus 2015, baik yang berpartisipasi aktif (berbagi cerita tentang buku), pasif (ikut memberikan respon), tim hore (memeriahkan suasana) dan berpartisipasi dalam hati (nengok-nengok doang). Tercatat ada 14 buku yang diulas oleh 10 orang selama diskusi. 

Sebagai apresiasi ada hadiah sebuah buku berjudul "Mencari Telur Garuda" karya Nanang R. Hidayat dari kakak Ken Petung yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung (buku). 

Silakan teman-teman memberikan suara pada satu orang di bawah ini., kecuali Ken Petung dan Dewi Nugraheni. Sebut nama orang dan judul buku yang diulas. Respon mulai detik ini dan saya tutup hari Jumat tanggal 4 September 2015. 

Ken Terate : Wastu Citra 
Y.B. Mangunwijaya 

Dody Wibowo : Indonesia Bagian dari Desa Saya 
Emha Ainun Najib 

Dody Wibowo : Tapal Batas – A Journey to Powerful Breakthrough 
editor : J. Sumardianta 

Ruwi Meita : Gerwani : Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan 
Amurwani Dwi Lestariningsih 

Meita Eryanti : Sejarah Nusantara 
 A.R. Wallace 

Ken Petung : Petruk Jadi Raja 
diceritakan kembali oleh Suyadi 

Ken Petung : Aku Ingin Menjadi Peluru 
Wiji Thukul 

Indri Azari : Penembak Misterius 
Seno Gumira Ajidarma 

Dewi Nugraheni : Indahnya Negeriku 
Fitri Kurniawan & Watiek Ideo Lutfi 

Retno Wahyudyanti : Kartini Sebuah Biografi 
Sitisoemandari Soeroto 

Ken Terate : Max Havelaar 
Multatuli J. 

Sumardianta : Pro Patria et Familia, Cinta Negara sekaligus Keluarga 
J. Sumardianta 

Yustisia Norma : Ring of Fire 
Lawrence & Lorne Blair 

Dewi Nugraheni : Gus Dur van Jombang 
Heru Prasetia & Edi Jatmiko 


Dewi Nugraheni
September 7 at 8:57am

Selamat pagi semua!




Berikut ini adalah hasil pungutan suara atas ulasan yang sudah dibuat beberapa teman di bulan Agustus yang lalu.

1. Ruwi Meita
Gerwani : Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan
mendapat tiga suara

2. Dody Wibowo 
Indonesia Bagian dari Desa Saya 
mendapat dua suara

3. Ken Terate
Max Havelaar 
mendapat dua suara

4. Indri Azari
Penembak Misterius
mendapat dua suara

5. Dody Wibowo 
Tapal Batas – A Journey to Powerful Breakthrough
mendapat satu suara

Dari hasil di atas, maka mbak Ruwi berhak mendapatkan buku "Mencari Telur Garuda". 


Diskusi selengkapnya bisa diikuti di SINI.

0 comments :

Post a Comment

ARSIP